OGJA—Karut marut kondisi PSIM saat ini menjadi pukulan telak bagi manajemen terutama Ketua Umum PSIM sekaligus Walikota Jogja Haryadi Suyuti.
Sebagai ujung tombak kepengurusan, Haryadi kini menjadi sasaran kritik dari pihak luar. Tak terkecuali dari anggota legislatif Kota Jogja. ”Saya merasa Ketua Umum PSIM kurang all out,” ujar Henry Kuncoroyekti, Ketua DPRD Kota Jogja, Kamis (2/8).
Menurutnya, kepemimpinan Haryadi pada musim kompetisi lalu tidak total. Terbukti, meski secara struktural puncak kepengurusan terletak di tangan Haryadi, namun di awal musim, justru seolah terjadi pemutusan garis koordinasi antara Haryadi dan pengurus yang lain.
Namun, di akhir kompetisi, tepatnya ketika kondisi klub sudah terguncang, manajemen seperti menimpakan tanggung jawab kepada Haryadi sebagai Ketua Umum.
Inilah yang menurutnya bentuk sikap ketidaktotalan Haryadi dalam mengurusi PSIM. Andaikata Haryadi memiliki sikap yang total dan all out, dipastikan kepemimpinannya sebagai Ketua Umum akan berjalan secara semestinya. ”Saya tahu kapabilitas beliau kok,” ucapnya.
Dirinya berharap, untuk musim kompetisi mendatang, Haryadi bisa lebih total dalam menjalankan roda kepengurusan. Selain itu, prinsip keterbukaan, baik antara manajemen maupun dengan pemain mutlak harus segera dibangun kembali. ”Prinsipnya itu komunikasi dan keterbukaan. Jangan sedikit-sedikit langsung berpolemik di media massa,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan mantan striker PSIM di era 1986-1989, Melius. Kepada Harian Jogja dirinya mencoba membandingkan PSIM ketika di bawah Haryadi dengan PSIM ketika masih berada di bawah kendali Herry Zudianto. Menurutnya, pembagian kerja dan manajerial jauh lebih tertata ketika manajemen di bawah kendali Herry Zudianto. ”Meski saya tidak tahu persis kondisi yang sekarang, setidaknya, saya melihat, zaman Herry Zudianto dulu, sedikit lebih tertata rapi,” akunya.
Selain itu, sebagai mantan bintang PSIM, ia menilai manajemen yang sekarang ini cenderung kurang berani mengambil pertaruhan untuk memaksimalkan potensi pemain lokal. ”Kalau memang tujuannya sebagai industri sepak bola, ya bukan berarti mengesampingkan kualitas pemain asing atau pemain yang dari luar Jogja dong,” ujar pria yang kini menukangi TNH, klub divisi utama kompetisi Pengcab PSSI Kota Jogja tersebut.
Terpisah, Tri Agus Heryono, mantan penjaga gawang PSIM era 1974-1980 an mengaku prihatin dengan kondisi PSIM saat ini.
Sama dengan Henry Kuncoroyekti, dirinya juga menilai ketidakterbukaan manajemen merupakan satu-satunya alasan terpuruknya PSIM saat ini. ”Andai kata ada keterbukaan sejak awal, pemain akan bisa saling memahami. Saya pernah jadi pemain. Saya tahu bagaimana rasanya jadi pemain,” ucapnya.
Ia menyadari, kondisi antara ketika dia menjadi pemain dengan sekarang memang sudah jauh berbeda. Industri sepak bola yang saat ini mutlak mengarah pada orientasi bisnis dan investasi, memang tak cukup hanya membutuhkan loyalitas dan rasa kebanggaan saja. ”Dukungan finansial mutlak diperlukan. Beda dengan dulu, dengan memakai kostum PSIM saja, kami para pemain sudah merasa bangga,” tegasnya.
Sumber : Lihat Disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar